Kecamatan Kelapa Gading memiliki luas wilayah 16,31 km² dengan karakteristik demografi yang didominasi oleh etnis Tionghoa-Indonesia dan kalangan pengusaha sukses. Dikenal sebagai "Kota di dalam Kota", wilayah ini memiliki tata ruang grid yang rapi dengan infrastruktur jalan lebar. Tantangan geografis berupa dataran rendah diantisipasi dengan Sistem Polder yang ekstensif (tanggul keliling, waduk, dan rumah pompa), menjadikan harga properti di kawasan ini tetap bertahan tinggi dan likuid meskipun isu banjir sempat membayangi. Valuasi rumah di Kelapa Gading termasuk yang tertinggi di Jakarta Utara, didorong oleh fasilitas kota yang super lengkap (sekolah internasional, RS, Mal) yang bisa dijangkau dalam hitungan menit.
Dalam peta pencarian rumah dijual di Kelapa Gading Jakarta Utara, zonasi pasar terbagi sangat jelas berdasarkan klaster pengembang. Bukit Gading Villa dan Gading Kirana adalah zona "Sultan" untuk pencarian rumah mewah klasik dengan luas tanah besar dan keamanan ketat. Kawasan Grand Orchard dan The Villas (MOI) mendominasi pasar rumah cluster modern dengan konsep arsitektur kontemporer. Sementara itu, Kelapa Gading Timur (Gading Indah/Gading Kusuma) menjadi basis pencarian rumah menengah dan renovasi yang harganya relatif lebih bersahabat namun tetap strategis.
Sejarah perumahan di Kelapa Gading dimulai pada tahun 1975 ketika Summarecon Agung mulai mengurug rawa-rawa dan persawahan. Pengembangan awal berupa rumah sederhana tumbuh menjadi kawasan real estate raksasa pada tahun 1980-an dan 1990-an. Transformasi ini menjadikan Kelapa Gading sebagai blueprint sukses pengembangan kota mandiri pertama di Indonesia yang mengubah lahan non-produktif menjadi kawasan hunian elit.