Rooma21.com, Jakarta – Cepat atau lambat, gelombang disrupsi akan menghampiri industri pembiayaan kpr di Indonesia. Sama seperti sektor transportasi, keuangan, dan ritel yang lebih dulu mengalami guncangan, kini giliran industri mortgage berada di titik rawan. Penyebabnya bukan semata perkembangan teknologi, melainkan karena “kegagalan sistem konvensional dalam menjawab perubahan demografis, gaya hidup generasi baru, dan ketidakmampuan beradaptasi terhadap kebutuhan pasar yang semakin beragam.”
Di saat generasi millennial dan Gen Z perlahan menjadi mayoritas populasi produktif dan calon pembeli rumah pertama, sistem perbankan Indonesia masih berpegang teguh pada pola lama: segmen formal, payroll, proses birokratis, dan underwriting manual yang hanya cocok untuk pegawai tetap. Padahal landscape pekerjaan telah berubah. Pasar bergerak cepat, namun sistem kredit perumahan kita masih jalan di tempat.
Di banyak negara, fintech mortgage hadir sebagai jawaban atas stagnasi ini. Mereka muncul membawa pendekatan baru yang lebih fleksibel, digital-native, dan user-centric — mulai dari approval instan, AI underwriting, hingga model rent-to-own atau rent-back yang menawarkan jalur alternatif untuk memiliki hunian. Sementara bank-bank besar masih sibuk menyalahkan market dan memperketat syarat, fintech justru menawarkan solusi.
Artikel ini akan membedah titik-titik kegagalan sistem KPR konvensional, potensi disrupsi oleh pemain baru, dan bagaimana perubahan ini tak bisa lagi diabaikan.

Pembiayaan KPR Konvensional Mulai Goyang — Tapi Belum Disadari :
Di atas kertas, sektor properti terlihat masih stabil. Namun data terbaru menunjukkan sesuatu yang berbeda. Penjualan rumah di Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa kuartal terakhir. Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia Q1 2025, mencatat bahwa penjualan properti residensial turun secara tahunan, terutama di pasar rumah tapak primer. Sementara itu, harga properti justru tetap naik, menciptakan anomali antara permintaan dan harga.
Yang lebih mengkhawatirkan, porsi pembiayaan KPR terhadap pembelian rumah juga mulai menyusut. Jika sebelumnya angka pembiayaan KPR berada di kisaran 75%, kini turun menjadi sekitar 70%. Artinya, ada penurunan kepercayaan atau daya serap pasar terhadap kredit perumahan.
Lebih jauh lagi, angka kredit bermasalah (NPL) KPR mencapai 3,17% per Mei 2025, tertinggi dalam empat tahun terakhir dan bahkan melampaui level saat krisis Covid-19. Tapi yang menarik, justru segmen berpendapatan menengah atas yang mendominasi kenaikan NPL ini, mencapai 4,5%, sementara segmen berpendapatan rendah—yang selama ini sering distigmakan sebagai kelompok paling berisiko—hanya mencatat NPL sebesar 2,7%.
Baca Juga : Membongkar Mitos NPL KPR: Siapa Sebenarnya yang Paling Berisiko Gagal Bayar?
“Berbanding terbalik dengan mazhab yang dianut banyak banker, yang selalu menganggap segmen bawah sebagai kelompok paling berisiko.”
Fakta ini tidak hanya mematahkan narasi lama, tetapi juga membuka realita bahwa bank telah salah membaca arah. Sayangnya, banyak institusi keuangan masih memilih playing victim: menyalahkan pasar, daya beli, hingga siklus ekonomi. Padahal, penyebab utama lonjakan NPL KPR ini justru datang dari dalam sistem bank itu sendiri — dari kegagalan dalam menjalankan strategi dan lemahnya fondasi operasional.
Kebutuhan Pasar Tidak Terlayani — Celah yang Menganga di Pembiayaan KPR

Di tengah stagnasi penyaluran KPR konvensional, ada satu fakta yang nyaris tidak pernah disorot dalam presentasi bank: sebagian besar masyarakat Indonesia justru berada di luar sistem yang mereka layani. Data dari BPS dan World Bank memperkirakan bahwa lebih dari 55% angkatan kerja Indonesia bekerja di sektor informal, yang artinya—tidak punya slip gaji tetap, kontrak formal, atau dokumen keuangan yang bisa dengan mudah dipakai untuk apply KPR di bank konvensional.
Baca Juga : KPR Ditolak karena Pekerja Informal? Ini 5 Dokumen Alternatif Pengganti Slip Gaji
Table Perbandingan KPR Konvensional VS Fintech Mortgage
| Aspek | KPR Konvensional (Bank) | Fintech Mortgage |
|---|---|---|
| Proses Aplikasi | Manual, berbasis dokumen fisik, wajib datang ke kantor cabang. | Sepenuhnya digital, aplikasi via web atau mobile. |
| Kecepatan Approval | Berhari-hari hingga berminggu-minggu. | Beberapa menit hingga jam. |
| Syarat Utama | Slip gaji, status karyawan tetap, riwayat kredit formal. | Arus kas (cashflow), data digital, konsistensi penghasilan. |
Padahal, kelompok ini bukan tidak layak. Banyak dari mereka adalah pelaku UMKM, freelancer, kreator digital, hingga pekerja sektor jasa informal yang punya cashflow sehat, tetapi tidak bisa membuktikan itu dengan dokumen konvensional seperti slip gaji. Di sinilah akar permasalahan muncul: sistem underwriting bank kita terlalu bergantung pada payroll formal.
Di sisi lain, generasi baru yang masuk usia produktif—millennial akhir dan Gen Z—lebih suka fleksibilitas. Mereka mobile, tidak terikat kantor, dan banyak bekerja di sektor non-tradisional seperti ekonomi kreatif, startup, atau sebagai digital nomad. Gaya hidup dan profil keuangan mereka tidak tercermin dalam sistem penilaian risiko KPR yang rigid dan terlalu manual.
Baca Juga : Penjualan Rumah Menurun, Harga Masih Naik, NPL Lewati Angka Covid
Ironisnya, alih-alih melakukan inovasi produk atau transformasi model penilaian risiko, banyak bank justru semakin memperketat persyaratan. Hasilnya? Pasar potensial yang sangat besar ini dibiarkan kosong—tidak disentuh oleh sistem perbankan.
Ini bukan soal “tidak ada demand”, tapi soal demand yang tidak bisa dilayani oleh sistem yang kaku dan usang.
Dan di sinilah celah itu menganga lebar. Karena ketika sistem perbankan gagal beradaptasi, pasar tidak akan berhenti tumbuh. Akan selalu muncul pihak baru yang melihat celah itu sebagai peluang. Dan dalam konteks global, pihak itu sudah muncul — fintech mortgage.
Fintech Mortgage — Disrupsi Pembiayaan KPR yang Sudah Terjadi di Negara Lain
Ketika bank-bank konvensional sibuk merapikan dokumen, minta NPWP, slip gaji, fintech mortgage di berbagai negara justru membalik cara pandang industri: bukan lagi soal dokumen, tapi soal kapasitas dan potensi peminjam. Bukan sekadar mengurus pinjaman, tapi menyediakan solusi kepemilikan rumah yang relevan dengan generasi hari ini.

Amerika Serikat: Rocket Mortgage
Di AS, Rocket Mortgage menjadi pionir digital mortgage dengan proses sepenuhnya online. Approval bisa didapat dalam hitungan menit, bukan hari. Mereka tidak hanya mempercepat proses, tapi juga menyederhanakan journey: tanpa antrian bank, tanpa fotokopi dokumen, tanpa tekanan sales lapangan.
Lebih dari itu, mereka memakai AI dan data analitik untuk mengevaluasi kelayakan. Seorang pekerja lepas yang rutin dibayar via PayPal atau Stripe bisa diverifikasi secara otomatis. Yang dinilai bukan hanya penghasilan tetap, tapi arus kas dan konsistensi.
Inggris: Habito & Molo
Di Inggris, Habito dan Molo mengambil pendekatan berbeda. Mereka fokus pada transparansi dan simplifikasi. Tidak ada biaya tersembunyi, tidak ada bahasa hukum yang membingungkan. Bahkan Habito menawarkan layanan mortgage adviser bot yang membantu pengguna memilih produk sesuai profil dan kebutuhan, tanpa tekanan jualan.
Molo, di sisi lain, menjalankan seluruh proses mortgage digital dari awal hingga akhir, termasuk appraisal dan legal, tanpa kantor cabang. Ini jadi solusi menarik bagi generasi muda urban yang mobile dan terbiasa digital-first.
China: Lufax & Kolaborasi Platform
China punya cerita berbeda. Di sana, perusahaan seperti Lufax berperan sebagai aggregator pembiayaan KPR, bermitra dengan bank dan platform properti seperti Beike (Lianjia). Proses pengajuan KPR bisa dilakukan langsung dari aplikasi listing rumah, terintegrasi dengan sistem penilaian kredit real-time berbasis skor sosial dan transaksi digital.
“Model ini menarik karena menggabungkan data perilaku pengguna, rekam jejak transaksi, dan nilai properti dalam satu ekosistem. Pembeli cukup klik “ajukan pembiayaan”, dan semua proses berjalan seamless. Di baliknya, algoritma bekerja menilai kelayakan peminjam secara dinamis.”
Semua contoh di atas bukan hanya bicara teknologi. Mereka bicara soal cara baru mendekati masalah lama, dengan mindset solusi, bukan produk. Sementara bank konvensional masih sibuk mempertahankan SOP lama, fintech di luar negeri sudah berlari menjawab kebutuhan pasar yang berubah drastis.
“Jika tren ini berlanjut, maka cepat atau lambat, skema dan pemain seperti ini akan masuk ke Indonesia. Dan begitu itu terjadi, pasar yang selama ini “tidak bisa dijangkau” oleh bank—akan jadi ladang empuk bagi disrupsi.”
Kenapa Bank Konvensional Bisa Tergeser?
“Disrupsi tidak terjadi karena teknologi semata. Ia terjadi karena ada pemain lama yang menolak berubah. Dan itulah yang kini terlihat jelas di sektor KPR konvensional Indonesia.”
Bank-bank besar, terutama bank BUMN, masih berkutat di pola lama — mengandalkan segmen payroll, sistem underwriting standar, dan proses manual yang panjang. “Mereka seolah merasa cukup nyaman di zona aman, karena merasa pasar akan selalu datang.”
Baca Juga : Bagaimana Rocket Mortgage Mengubah Wajah KPR di Amerika Serikat
Tapi kenyataannya, dunia sudah berubah. Generasi baru — para pekerja freelance, wirausaha digital, content creator, hingga pelaku gig economy — tidak bisa lagi dilayani dengan sistem klasik. Mereka tidak punya slip gaji, tapi punya income yang nyata dan berkelanjutan. Sayangnya, banyak bank konvensional yang justru menolak calon-calon peminjam ini, bukan karena tak mampu bayar, tapi karena sistemnya tidak bisa membaca realita baru.
“Fintech hadir bukan hanya dengan aplikasi. Mereka hadir dengan mindset baru: bahwa pembiayaan KPR adalah solusi, bukan produk.” Mereka mendesain proses dari sudut pandang pengguna, bukan dari sisi compliance internal. Maka wajar jika mereka bisa menawarkan rent-to-own, rent-back, atau fractional ownership — karena mereka berani membongkar cara berpikir lama.
Baca Juga : Apa itu Skema Rent-to-Own (Sewa-Beli)? Solusi Cerdas Punya Rumah Tanpa KPR
Sementara itu, bank masih sibuk menyalahkan pasar:
- NPL naik karena daya beli turun.
- Pemohon banyak yang gagal bayar.
- Pasar sedang tidak sehat.
Padahal faktanya, NPL naik karena pendekatan salah. Bank tetap memakai produk yang sama, pendekatan yang sama, SDM yang sama — untuk menghadapi pasar yang sudah berbeda total. Ini bukan soal market yang gagal, tapi soal sistem internal yang tidak evolve.
Kalau bank masih suka playing victim, maka fintech akan terus mengambil celah yang terbuka lebar. Bukan karena mereka lebih hebat — tapi karena mereka lebih mau mendengar dan belajar dari kebutuhan pasar. Dan ini bukan lagi soal “kalau”. Ini soal “kapan”.
Panduan Praktis: Menjemput Peluang di Era Transisi KPR
Memahami masalah adalah langkah pertama, tetapi mengambil tindakan adalah kuncinya. Jika Anda termasuk dalam kelompok yang seringkali “tidak terlihat” oleh sistem perbankan konvensional, jangan berkecil hati. Era baru ini adalah peluang bagi Anda. Berikut adalah langkah-langkah konkret yang bisa Anda persiapkan mulai hari ini:
Checklist Persiapan KPR untuk Pekerja Informal & Freelancer:
- Bangun Rekam Jejak Digital yang Solid:
- Disiplinkan Arus Kas: Biasakan semua penghasilan masuk ke satu rekening bank utama. Mutasi rekening yang rapi dan konsisten adalah “slip gaji” versi Anda.
- Bayar Tagihan Tepat Waktu: Riwayat pembayaran tagihan (internet, listrik, kartu kredit) yang baik akan tercatat dalam SLIK OJK dan menjadi bukti kredibilitas Anda.
- Siapkan Dokumen Alternatif yang Kuat:
- Kontrak Kerja & Invoice: Kumpulkan semua kontrak proyek dan bukti pembayaran (invoice) sebagai bukti penghasilan yang sah.
- Portofolio Profesional: Siapkan portofolio online (website, Behance, LinkedIn) yang menunjukkan keahlian dan proyek yang pernah dikerjakan.
- Laporan Pajak (SPT Tahunan): Memiliki NPWP dan rutin melaporkan pajak adalah cara paling valid untuk menunjukkan kepada institusi keuangan bahwa Anda adalah warga negara yang taat dan memiliki penghasilan.
- Cari Platform yang Tepat:
- Meskipun belum masif, mulailah mencari dan mempelajari platform fintech P2P lending atau perusahaan pembiayaan alternatif di Indonesia yang menawarkan skema cicilan properti. Saat ini mungkin masih terbatas, namun jumlahnya akan terus bertambah.
Indonesia Akan Menuju Era Baru — Siapa yang Siap Menang?

Indonesia sedang berdiri di ambang transformasi pembiayaan KPR perumahan. Di satu sisi, kebutuhan akan hunian terus meningkat, terutama dari generasi muda yang mulai memasuki fase mapan dan ingin memiliki rumah sendiri. Tapi di sisi lain, model pembiayaan yang tersedia makin terasa tidak relevan.
Lebih dari separuh populasi pekerja di Indonesia bekerja di sektor informal atau tidak punya penghasilan tetap bulanan. Sistem bank konvensional tidak dirancang untuk membaca profil ini. Maka wajar jika approval rate KPR rendah, dan yang disetujui hanya mereka yang sudah ‘rapi’ secara administrasi.
Sementara itu, startup-startup fintech di bidang pembiayaan mulai bermunculan, meski masih bermain di sektor konsumtif. Tapi melihat tren global, bukan tidak mungkin mereka akan merambah ke sektor mortgage. Mereka punya keunggulan:
- Inovasi produk yang fleksibel
- Pendekatan berbasis solusi (bukan prosedur)
- Pemanfaatan teknologi untuk profiling & underwriting
- Distribusi digital yang murah dan scalable
Model-model seperti:
- Rent-to-own (sewa dulu, beli kemudian)
- Rent-back (jual properti, lalu sewa kembali)
- Fractional ownership (kepemilikan bersama) adalah contoh-contoh pendekatan baru yang mungkin akan masuk ke Indonesia. Bahkan bisa jadi, bukan fintech lokal yang memulainya, tapi pemain global yang melihat ceruk besar di sini.
Transformasi ini bukanlah ancaman, melainkan sebuah peluang emas. Peluang bagi para inovator untuk menciptakan solusi, dan peluang bagi Anda—para calon pemilik rumah—untuk menemukan jalan baru yang lebih sesuai dengan realita hidup Anda saat ini. Bank yang berani beradaptasi akan bertahan, namun gelombang fintech yang lebih gesit akan menciptakan pasar baru yang selama ini terabaikan.
Pintu menuju kepemilikan rumah tidak lagi hanya satu. Banyak jalur alternatif sedang dibangun, dan kuncinya adalah menemukan mana yang paling tepat untuk Anda.
Merasa profil Anda tidak cocok dengan KPR konvensional? Jangan biarkan itu menghentikan impian Anda.
Era baru pembiayaan properti sedang dimulai di sini. Diskusikan profil unik Anda dengan tim ahli Rooma21 hari ini. Kami akan membantu Anda memetakan kekuatan finansial Anda dan menemukan solusi pembiayaan alternatif yang paling sesuai untuk Anda. Mari jemput masa depan kepemilikan rumah bersama.

Komentar