Rooma21 Blog

Belum login? Masuk untuk akses penuh

Pencarian

Akun

Login Daftar

MLS 2.0: Ketika Data Mulai Dijual dan Portal Properti Lahir di Indonesia”

02 November 2025
109 views
MLS 2.0: Ketika Data Mulai Dijual dan Portal Properti Lahir di Indonesia”

Era Baru, Semangat Lama

rooma21.com, Jakarta, Akhir 1990-an menjadi masa kebangkitan teknologi digital di dunia properti. Di Amerika, sistem Multiple Listing Service (MLS) yang dulu lahir dari semangat kolaborasi antar broker mulai berevolusi menjadi platform digital. Data properti yang awalnya disimpan di papan asosiasi kini bisa diakses publik lewat portal seperti Realtor.com dan Zillow. Dari sinilah konsep MLS 2.0 lahir—era ketika data mulai dikomersialisasi, dan informasi menjadi alat kompetisi.

Namun di Indonesia, cerita itu tak pernah dimulai. Negeri ini tidak pernah punya MLS karena fondasi dasarnya, yaitu sistem exclusive listing, tidak pernah tumbuh. Hampir semua listing bersifat open listing—siapa cepat dia dapat. Properti yang sama bisa diiklankan oleh sepuluh, bahkan seratus broker berbeda, dengan harga dan foto yang sering kali tidak konsisten. Budaya berbagi data tak pernah lahir karena setiap broker sibuk menjaga “lapak” sendiri.

all project township | rooma21

Padahal, filosofi lahirnya MLS justru berangkat dari sistem exclusive listing—di mana satu properti dikelola oleh satu broker yang sah, sehingga data bisa dibagikan dan dipercaya bersama. Tapi di Indonesia, model itu tak pernah sempat mengakar.

Baca Juga : MLS 1.0: Zaman Ketika Broker Properti Menyembunyikan Data

Lebih ironis lagi, ketika franchise broker global masuk ke Indonesia, seharusnya mereka membawa budaya eksklusif dan etika kolaboratif ala MLS. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: mereka ikut arus permainan lokal, terjebak dalam sistem open listing yang tak punya standar. Alih-alih memperbaiki ekosistem, kehadiran mereka justru memperkuat carut-marutnya praktik perantara properti—menciptakan ilusi profesionalisme tanpa struktur yang sehat, sehingga kehadiran franchice broker properti global tidak membawa perubahan signifikan dalam membangun profesi broker properti.

Akibatnya, industri broker Indonesia tumbuh tanpa pondasi. Tidak ada integrasi data, tidak ada kejelasan listing, dan tidak ada mekanisme kepercayaan antar pelaku. Yang tersisa hanyalah pasar yang bising, penuh duplikasi, dan tidak efisien, di mana data jadi barang dagangan, bukan jembatan kolaborasi.

“Di luar negeri, MLS lahir dari exclusive listing dan kepercayaan. Di Indonesia, justru yang berkembang adalah open listing tanpa arah. Inilah akar kegagalan sistemik profesi broker kita hingga hari ini.”

Artikel ini akan menelusuri fase krusial dalam perjalanan tersebut: bagaimana dunia beralih dari sistem asosiasi berbasis kepercayaan menuju era komersialisasi data; bagaimana portal-portal raksasa seperti Realtor.com, Zillow, Rightmove, hingga PropertyGuru mengubah arah industri; dan mengapa Indonesia—tanpa pernah memiliki MLS sejati—malah tumbuh di atas fondasi marketplace yang tidak terstandar.

Dari sini, kita akan melihat dengan lebih jernih bahwa permasalahan dunia broker hari ini bukan sekadar soal teknologi, tapi soal filosofi. Karena pada akhirnya, digitalisasi tanpa disiplin dan kepercayaan hanya akan melahirkan pasar yang ramai di permukaan, tapi rapuh di dalamnya.

Transformasi dari Asosiasi ke Portal

MLS 2.0 vs Open Listing Paradoks Industri Broker Properti RI (4)-new
Transformasi dari Asosiasi ke Portal

Ketika internet mulai menjangkau industri properti global di akhir 1990-an, cara orang mencari rumah berubah total. Di Amerika Serikat, sistem Multiple Listing Service (MLS) yang semula eksklusif di dalam asosiasi broker mulai bertransformasi menjadi jaringan digital. Data listing yang dulunya hanya beredar di antara anggota kini terbuka bagi publik melalui portal seperti Realtor.com, Zillow, dan Trulia. Yang awalnya dibangun atas dasar kepercayaan dan kolaborasi perlahan berubah menjadi industri berbasis trafik, algoritma, dan monetisasi data.

Awalnya, tujuan digitalisasi ini sederhana: memperluas jangkauan informasi agar calon pembeli lebih mudah menemukan rumah. Namun seiring waktu, data menjadi komoditas baru. Setiap klik, foto, dan pencarian bernilai uang. Portal-portal tersebut berkembang pesat menjadi raksasa media, sementara asosiasi yang dulu menjadi pusat informasi mulai kehilangan peran strategisnya. Dunia pun resmi memasuki era MLS 2.0—masa ketika kolaborasi bergeser menjadi kompetisi.

Baca Juga : Akhir Dominasi MLS Model Baru Compass Ubah Industri Properti

Broker yang dahulu menjadi penjaga data kini harus menyesuaikan diri dengan logika baru: logika mesin pencari. Agen properti tak lagi menentukan arus informasi; portal-portallah yang memegang kendali atas siapa yang tampil, siapa yang terlihat, dan siapa yang tenggelam. Profesionalisme bergeser dari reputasi pribadi menjadi kemampuan beriklan digital. Hubungan antara broker dan konsumen yang dulu dibangun lewat kepercayaan personal kini berubah menjadi interaksi berbasis klik. Namun satu hal penting sering dilupakan oleh banyak pelaku industri di Indonesia: sekalipun dunia telah beralih ke portal, budaya exclusive listing tetap hidup dan menjadi fondasi utama sistem MLS di negara-negara maju. Eksklusivitas bukan berarti menutup akses, tetapi menjamin keakuratan data dan kejelasan hak. Hanya properti yang memiliki penunjukan eksklusif yang boleh masuk ke dalam sistem MLS. Dari sanalah lahir disiplin data dan etika profesional yang menjaga kredibilitas seluruh jaringan. Dengan kata lain, teknologi boleh berubah, tapi nilai dasar MLS tetap sama—transparansi melalui kejelasan hak dan tanggung jawab.

Sementara di Asia, model ini menyebar dengan cepat. Singapura dan Hong Kong menyesuaikan diri dengan membuat sistem verifikasi agen dan database nasional yang terintegrasi dengan lembaga keuangan serta pengembang. Namun Indonesia mengambil jalan yang berbeda. Karena tidak pernah memiliki MLS sejati, pasar kita tidak mengalami transisi dari asosiasi menuju portal, melainkan langsung lahir di fase portal itu sendiri. Yang muncul bukan sistem kolaborasi, melainkan marketplace properti: ruang iklan terbuka tanpa eksklusivitas, tanpa verifikasi, dan tanpa disiplin data.

MLS 2.0 vs Open Listing Paradoks Industri Broker Properti RI (4)-new

Ironinya, ketika dunia kini sudah bergerak jauh dari sistem asosiasi menuju integrasi lintas-platform, asosiasi broker di Indonesia justru baru mulai membicarakan pembangunan MLS digital. Sebuah langkah yang, dalam konteks hari ini, terasa seperti paradoks—bukan dalam arti sinis, melainkan karena ide yang seharusnya menjadi tonggak awal profesi justru muncul ketika pasar sudah jauh meninggalkannya. Di tengah maraknya marketplace properti dan budaya open listing yang nyaris total, upaya membangun sistem berbasis eksklusivitas tampak seperti mencoba menanam pohon di tengah jalan raya. Bagaimana mungkin sebuah sistem yang berdiri di atas prinsip eksklusivitas ingin dibangun di tengah pasar yang sepenuhnya terbuka dan tak terkontrol? Filosofi dasar MLS adalah exclusive listing, kepercayaan, kolaborasi, dan disiplin data—empat hal yang justru paling rapuh di industri broker Indonesia. Hampir tidak ada budaya eksklusivitas; hampir semua listing bersifat open listing tanpa kendali.

Baca Juga : Compass Akuisisi Anywhere | Arah Baru Agen Properti Global

Ribuan properti diiklankan ganda di berbagai portal, dengan harga, foto, dan keterangan yang tidak konsisten. Tidak ada satu pun lembaga yang benar-benar mampu menjamin keakuratan data, karena sistemnya sendiri tidak dibangun untuk itu, melainkan untuk mengejar tampilan dan trafik. Dalam kondisi seperti ini, langkah asosiasi untuk membangun MLS digital memang patut diapresiasi sebagai semangat memperbaiki industri, namun secara realitas tetap menjadi sebuah paradoks—upaya idealis yang lahir di saat pasar sudah dikuasai logika komersial.

Dunia sedang bergerak ke arah integrasi data lintas platform dan kolaborasi terbuka, sementara kita baru memulai dari titik nol: membicarakan eksklusivitas di tengah ekosistem yang sudah kehilangan makna eksklusif itu sendiri.

“Ketika dunia sedang membangun konektivitas data, kita masih sibuk berdebat tentang siapa yang punya data. Itulah paradoks terbesar industri broker Indonesia hari ini.”

Dominasi Portal Properti dan Lahirnya Eksklusivitas Digital.

Setelah dunia broker melewati masa transisi dari asosiasi menuju portal, satu hal menjadi jelas: siapa yang menguasai data, dialah yang menguasai pasar. Portal-portal properti global seperti Zillow, Rightmove, dan Realtor.com tumbuh bukan hanya karena teknologi, tapi karena mereka berhasil menjadi “gerbang utama” yang menghubungkan semua pemain di rantai properti – broker, pengembang, dan konsumen—dalam satu sistem data terpadu.

MLS 2.0 vs Open Listing Paradoks Industri Broker Properti RI (4)-new
Dominasi Portal Properti dan Lahirnya Eksklusivitas Digital.

Namun di balik dominasi para portal itu, muncul satu fenomena menarik: kebangkitan eksklusivitas digital. Ketika pasar menjadi terlalu terbuka dan tidak terkendali, beberapa pemain besar justru bergerak ke arah sebaliknya—membangun jaringan tertutup yang hanya berisi data dan agen terverifikasi. Inilah yang dilakukan oleh Compass dan Redfin di Amerika Serikat.

Compass tidak berusaha membuat portal publik yang penuh listing terbuka. Mereka justru membangun private ecosystem, di mana semua listing bersifat eksklusif dalam jaringan internal mereka. Broker yang tergabung di dalamnya tidak bersaing lewat iklan, tapi melalui performa dan kredibilitas di dalam satu sistem digital yang saling terhubung. Dengan strategi akuisisi terhadap ratusan broker kecil di berbagai kota, Compass berhasil menciptakan jaringan raksasa yang menyerupai MLS versi privat—dengan satu perbedaan besar: data dan teknologi berada di bawah satu bendera.

Sementara Redfin mengambil jalur yang berbeda, meski dengan filosofi serupa. Perusahaan ini dibangun dengan konsep in-house brokerage sepenuhnya, di mana semua agennya adalah karyawan tetap dengan gaji dan bonus berbasis performa. Dengan model ini, Redfin memiliki kendali penuh terhadap seluruh proses transaksi, kualitas layanan, dan integrasi data pelanggan. Semua aktivitas dilakukan di bawah satu sistem operasional yang terpusat, menjadikan Redfin bukan sekadar portal, tapi broker digital penuh dengan kontrol end-to-end.

Perbedaan struktur inilah yang menarik :

Compass tetap mempertahankan model kemitraan berbasis komisi seperti agen independen, tetapi seluruh operasional, pemasaran, dan analisisnya dijalankan melalui platform digital perusahaan. Redfin memilih jalur korporasi penuh, di mana setiap agen adalah bagian dari struktur internal yang disiplin. Compass membangun jaringan luas melalui sinergi dan akuisisi, Redfin membangun kedalaman melalui efisiensi dan konsistensi. Keduanya membuktikan bahwa teknologi tidak menggantikan manusia, justru memperkuat peran manusia dengan data, sistem, dan koordinasi yang cerdas.

MLS 2.0 vs Open Listing Paradoks Industri Broker Properti RI (4)-new

Artikel Terkait : Compass Akuisisi Anywhere | Arah Baru Agen Properti Global

Fenomena ini menunjukkan arah baru industri properti dunia: kembali pada nilai-nilai eksklusivitas, tetapi dalam bentuk yang lebih modern, eksklusivitas berbasis sistem digital. Eksklusif bukan berarti tertutup, tapi terkendali dan terpercaya. Data tidak lagi menjadi alat perebutan, melainkan jantung ekosistem yang dikelola secara profesional.

Model seperti ini belum pernah muncul di Indonesia. Namun, jika suatu saat ada proptech lokal yang cukup kuat untuk membangun platform digital dan merangkul jaringan broker dengan tim marketing solid di berbagai daerah, hal itu bisa menjadi tonggak sejarah baru.Sebuah “keajaiban industri” yang menggabungkan struktur bisnis Compass, efisiensi digital Redfin, dan karakter komunitas lokal yang kolaboratif.

Baca Juga : (MLS) Multiple Listing Service | Solusi Pasar Properti

Kunci dari model semacam itu bukan sekadar teknologi, melainkan keberanian untuk menyatukan data, tim, dan integritas di bawah satu visi. Karena hanya dengan jaringan eksklusif yang sehat, industri broker Indonesia bisa melangkah ke fase berikutnya, bukan sekadar menjadi penonton di era portal, tetapi menjadi pemain utama dalam ekosistem digitalnya sendiri.

“Redfin membangun struktur, Compass membangun ekosistem. Keduanya membuktikan bahwa masa depan broker bukan soal siapa punya data terbanyak, tapi siapa yang mampu mengelolanya dengan disiplin dan integritas.”

Visit www.rooma21.com Rooma21 bukan sekadar platform properti. Kami hadir sebagai referensi real estate, mortgage & realtor yang relevan dengan gaya hidup dan aspirasi generasi masa kini.

Rooma21 | The Best Realtor – Greater Jakarta | Specialist Township, TOD Apartment & Established Residential Area South Jakarta.

📚 Daftar Pustaka :

  1. National Association of Realtors (NAR). History of the Multiple Listing Service (MLS). Realtor.org, 2023. https://www.nar.realtor
  2. Zillow Research. Housing Market Trends & Data Access. Zillow.com, 2024. https://www.zillow.com/research
  3. Realtor.com Research Center. Evolution of Listing Data & Digitalization of Real Estate Markets. Realtor.com, 2023. https://www.realtor.com/research
  4. Redfin Corporation. Redfin Business Model and Agent Network Efficiency. Redfin Investor Relations, 2024. https://www.redfin.com/news
  5. Compass Real Estate. About Compass: Technology-Driven Brokerage Platform. Compass.com, 2024. https://www.compass.com/about
  6. PropertyGuru Group. Southeast Asia Digital Property Market Report 2024. PropertyGuru.com, 2024. https://www.propertyguru.com.sg
  7. Rightmove plc. Digital Transformation in Real Estate Advertising. Rightmove Corporate Report, 2023. https://www.rightmove.co.uk
  8. McKinsey & Company. The State of Real Estate Technology 2025. McKinsey Insights, 2025. https://www.mckinsey.com
  9. Statista Research Department. Global Online Real Estate Market Revenue 2015–2025. Statista.com, 2024. https://www.statista.com/topics/8450/online-real-estate/
  10. Rooma21 Research. Analisis Transformasi MLS di Pasar Indonesia & Kegagalan Sistem Open Listing. Rooma21.com, 2025. https://rooma21.com/blogproperti
Lunch Break - Realtor Series
Bagikan:

Artikel Realtor

Lihat Semua
Avatar Djoko Yoewono
Djoko Yoewono
Penulis Rooma21 17 artikel
Lihat Profil
Djoko Yoewono
+

Komentar

Memuat komentar...

Jangan Ketinggalan Info Properti Terbaru!

Dapatkan berita, tips, dan penawaran eksklusif langsung ke email Anda.