Propertynbank.com – Di tengah perdebatan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), muncul ide cemerlang tentang adanya dana pendampingan agar pembiayaan perumahan tetap berjalan dengan baik. Dengan adanya dana pendampingan tersebut, maka diharapkan dapat mendukung program pemerintah membangun hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Usulan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) DPP Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto yang beranggapan bahwa, adanya rencana iuran Tapera membuktikan bahwa masalah di sektor perumahan cukup kompleks termasuk soal pembiayaannya.
“Karena itu, penyelesaian masalah perumahan rakyat tidak bisa lagi diatasi dengan setengah hati, tetapi harus menyeluruh termasuk secara kelembagaan. Tanpa institusi yang kuat, maka sulit diharapkan adanya regulasi yang baik termasuk kebijakan pembiayaan,” jelas Joko kepada sejumlah wartawan, di Jakarta, (7/6).
Baca Juga : Jadi Polemik dan Timbulkan Keresahan, KSP Akui Tapera Kurang Sosialisasi
Dijelaskan CEO Buana Kassiti Group tersebut, saat ini angka backlog (kekurangan pasokan) perumahan sudah mencapai 12,7 juta dan angka itu menurut dia dipastikan bertambah setiap tahunnya. Maka, semua pihak dituntut untuk terus memikirkan darimana sumber anggaran perumahan, karena APBN sangat limitatif. “Lalu, seperti apa institusi (kelembagaan) yang mengurusi masalah di sektor perumahan ini,” ujarnya.
Joko menerangkan, Tapera sebenarnya adalah upaya pemerintah untuk mengatasi backlog perumahan. Pemerintah ingin penyediaan perumahan dapat dipercepat dan terjangkau oleh masyarakat. Kalau kemudian direspon beragam termasuk adanya penolakan dari masyarakat, hal itu disebabkan oleh tiga faktor yakni adanya distrust (ketidakpercayaan), historikal (sejarah dari pengalaman sebelumnya), serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat. “Jadi harus ada upaya dari pemerintah untuk mengelola isu-isu tersebut sebagai wujud transparansi,” tegas Joko.
Mekanisme Dana Pendampingan
Masih tingginya penolakan masyarakat terhadap iuran Tapera dan belum berjalannya program tersebut, harus disiasati dengan sejumlah strategi. Oleh karena itu, kata Joko, REI menegaskan bahwa pembiayaan perumahan harus tetap terjaga agar hak masyarakat untuk memiliki hunian yang layak dapat terwujud dan backlog perumahan dapat dituntaskan. Salah satunya dengan memberdayakan dana-dana masyarakat yang telah ada (berjalan) seperti dana pensiun, dana asuransi, dana jaminan sosial tenaga kerja, serta jika memungkinkan termasuk dana pengelolaan keuangan haji sebagai dana pendampingan.
Dana-dana itu, jelas Joko, bisa digunakan tetapi tidak dalam posisi investasi langsung (direct investment) namun digunakan sebagai dana pendampingan. Nantinya, pemerintah dapat menerbitkan payung hukum berupa keputusan presiden, peraturan presiden atau peraturan pemerintah yang mengatur agar terhadap dana-dana tersebut minimal 5 persen harus ditempatkan sebagai dana pendampingan untuk memperkuat program pembiayaan perumahan.
Baca Juga : Kontroversi Tarif 3% Dana Tapera, Pengamat Usulkan Bereskan Gap Ekosistem
Dana pendampingan ini, tegas Joko Suranto, bisa ditempatkan di bank yang telah diikat komitmen atau penugasan dari pemerintah untuk mendukung program pembiayaan perumahan. Namun dengan catatan tingkat suku bunganya sekitar 3 persen, sehingga bank dapat memberikan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang terjangkau maksimal 6 persen untuk pembiayaan rumah di atas MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) atau sampai dengan harga Rp500 juta. Pasalnya, ceruk pasar di segmen ini cukup signifikan mencapai 35 persen.
“Harus ada titik tengah (bunga dana pendampingan) sebagai patokan sehingga dana yang dipakai untuk pembiayaan perumahan bisa berbiaya rendah dan terjangkau masyarakat,” jelasnya.
Lebih lanjut Joko menilai, langkah mendorong pemanfaatan dana-dana masyarakat yang sudah tersedia untuk dana pendampingan perumahan bisa menjadi upaya transformasi (perubahan) program pembiayaan perumahan sebelum tercapainya pertumbuhan pembiayaan lewat APBN maupun Tapera. Seperti diketahui, saat ini anggaran perumahan dari APBN hanya sekitar 0,4 persen dari total keseluruhan APBN. Anggaran tersebut sangat terbatas apalagi untuk membiayai target pembangunan 3 juta rumah yang nantinya menjadi program pemerintahan baru mendatang.
Baca Juga : Gencar Lakukan Penanaman Sejuta Pohon dan Pameran Properti, Ini Target Ketum REI
“Ini saran masukan dari REI sebagai bentuk urung rembuk dalam mencari solusi atas persoalan pembiayaan perumahan, sembari kita menunggu adanya penguatan dari APBN dan Tapera,” sebutnya.
Dengan adanya dana pendampingan, peningkatan anggaran perumahan dari APBN dan nantinya dari Tapera – Joko Suranto optimistis realisasi penyediaan perumahan nasional setidaknya mampu mencapai 1,5 juta unit per tahun. “Sehingga masyarakat yang belum memiliki rumah dapat didorong dan berkesempatan untuk memiliki rumah sendiri, karena pemerintah sudah menyiapkan stimulus dan insentifnya,” pungkas Joko yang meupakan alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tersebut.
Sumber : Pembiayaan Perumahan Harus Terjaga, Ketum REI Usulkan Dana Pendampingan