Propertynbank.com – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menyatakan dukungannya terhadap program pembangunan 3 juta rumah setiap tahun, yang menjadi salah satu program Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto menjelaskan, REI siap berkontribusi dengan membangun 600 ribu hingga 1 juta rumah pada tahun 2025 mendatang. Menurut dia, pengentasan masalah backlog rumah dalam klaster kesejahteraan dan program 3 juta rumah, menjadi prioritas bagi pemerintahan Prabowo-Gibran ke depannya. Berapa besar anggaran perumahan yang akan disiapkan, diakuinya belum diketahui, karena belum adanya proses transisi.
“Tetapi yang pasti komitmen Prabowo-Gibran ke REI sudah terang benderang bahwa masalah perumahan ini penting dan harus bisa tuntas dalam 5 tahun,” jelas Joko Suranto kepada wartawan pada HUT REI ke-52 di Labuan Bajo, Jumat (26/4) lalu.
Baca Juga : Ikuti Jejak Jokowi, Prabowo dan Gibran Akan Bangun Sejuta Unit Rumah
Menurut Joko, sebagai asosiasi tertua, terbesar dan tepercaya, REI sangat siap untuk mendukung program pembangunan 3 juta rumah Prabowo-Gibran tersebut. Tahun depan, kata dia, REI menyatakan kesanggupan untuk membangun 600 ribu hingga 1 juta unit rumah. Bahkan, asosiasi pengembang itu sudah menyiapkan 600 ribu kavling tanah untuk dibangun perumahan terjangkau (affordable housing) pada 2025.
“Kami sanggup menyediakan 1 juta rumah di seluruh Indonesia, dimana 85% adalah rumah tapak untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan sisanya hunian vertikal. Kami masih menunggu program pembangunan 3 juta rumah ini sejalan (matching inline) termasuk dengan perbankan,” tegas Joko.
CEO Buana Kassiti Group ini menambahkan, target pembangunan rumah sebanyak itu sangat realistis karena dinilai sejalan dengan upaya menuntaskan backlog perumahan yang saat ini telah mencapai lebih dari 12,7 juta unit dan setiap tahunnya terus bertambah. Kalau konsisten dijalankan terlebih dengan basis data kebutuhan rumah yang akurat, maka pada 2029 angka backlog diyakini akan berkurang drastis dan terkelola dengan baik.
Menurut dia, usaha pengentasan backlog rumah nasional, tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara biasa yang sudah terbukti tidak efektif. Pasalnya, setiap tahun terjadi penambahan angka backlog mencapai 800.000 unit akibat adanya kebutuhan rumah dan pernikahan baru. Sementara kemampuan pengembang setiap tahun membangun hanya sekitar 450.000 hingga 500.000 unit rumah.
“Maka, cara-cara yang selama ini biasa dilakukan tidak akan mampu untuk mengatasi backlog. Bahkan untuk memenuhi akumulasi penambahan kebutuhan rumah setiap tahun sebanyak 800.000 unit saja sudah kewalahan. Karena itu harus ada usaha yang lebih besar dan sangat luarbiasa seperti program pembangunan 3 juta rumah per tahun ini,” ungkap Joko.
Baca Juga : Termasuk Skala Prioritas, Program Perumahan Prabowo-Gibran Bangun Hunian di Desa dan Kota
Dirinya memprediksi, dengan bergeraknya program pembangunan 3 juta rumah, sektor perumahan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, membuka banyak lapangan kerja dan mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Pembangunan 1 juta rumah saja membutuhkan investasi sekitar Rp360 triliun, membutuhkan 32,5 juta tenaga kerja, dan membawa PAD sekitar Rp114 triliun. Bayangkan jika pembangunan dapat ditingkatkan hingga tiga kali lipat, maka sektor perumahan dan properti layak disebut big giant (raksasa) pengungkit ekonomi nasional atau dikenal sebagai propertinomic,” tutur Joko.
Dikatakan Joko, persoalan perumahan harus dikelola secara benar dan tepat, karena jika tidak berpotensi menjadi bom waktu di suatu waktu nanti. Terlebih pada tahun 2035, hampir 66 persen penduduk indonesia atau sekitar 304 juta jiwa akan tinggal di perkotaan.
REI Dorong Rekayasa Pembiayaan
Selain mendukung dibentuknya Kementerian Perkotaan dan Perumahan, REI juga mendorong dilakukannya rekayasa pembiayaan perumahan guna menyesuaikan dengan target pembangunan 3 juta rumah. Diantaranya dengan memperluas likuiditas perumahan yang selama ini hanya dominan mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kami mendorong agar sekuritisasi aset KPR untuk rumah subsidi juga belum bisa dilakukan untuk menambah likuiditas pembiayaan rumah MBR. Karena produknya kan sama-sama kredit pemilika rumah (KPR),” sebutnya.
Baca Juga : Prabowo – Gibran Janji Selesaikan Semua Masalah Perumahan, Begini Strateginya !
Sekuritisasi aset melalui instrumen efek beragun aset (EBA) KPR merupakan cara perbankan untuk mencairkan portofolio KPR yang dimiliki sebagai sumber pendanaan, sehingga arus kas menjadi lebih terjaga dan bisa menjadi sumber dana buat aktivitas pembiayaan KPR baru. Sekuritisasi KPR bersubsidi menjadi penting, karena pendanaan KPR subsidi yang bersumber dari APBN alokasinya selama ini sangat terbatas.
REI juga memacu penggunaan dana pendampingan seperti dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) atau dana wakaf untuk ditempatkan di bank sebagai dana pendamping agar cost of fund bisa lebih rendah. Dengan begitu, tingkat bunga KPR juga akan lebih terkontrol karena sumber pendanaan berbiaya murah. Kemampuan perbankan untuk mendukung pembiayaan perumahan pun akan semakin baik.
Sementara terkait rencana pemerintah untuk mengurangi tenor atau jangka waktu KPR bersubsidi dari 20 tahun menjadi 10 tahun disubsidi dan 10 tahun mengikuti bunga pasar, REI menilai hal itu kemungkinan dapat diterapkan karena penghasilan nasabah akan ada peningkatan setelah 10 tahun ke depan.
Langkah ini juga akan mengurangi beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah dan dapat memperluas jangkauan penerima KPR bersubsidi guna mengatasi backlog perumahan.
“Kami sudah mengusulkan agar ada kenaikan suku bunga KPR bersubsidi tetapi bunga dipatok tetap (fix rate) selama 20 tahun, atau tenor KPR diperpendek menjadi hanya 10 tahun dengan bunga tetap 5%,” ujar Joko Suranto.
Baca Juga : REI-Kemenperakraf Jalin Kerjasama Pengembangan Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Pada kesempatan yang sama, Direktur Konsumer Bank BTN, Hirwandi Gafar menyebutkan Bank BTN telah mengusulkan perubahan skema KPR subsidi dari skema KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi skema KPR subsidi selisih bunga. Nantinya, subsidi untuk hunian MBR akan bersumber dari pemupukan dana abadi dari hasil investasi.
“Untuk jangka waktu 10 tahun hingga 15 tahun, pemerintah akan tetap mengalokasikan pendanaan dari APBN untuk KPR FLPP sebagai dana abadi. Tapi ditambah dengan sumber pendanaan lainnya. Pada saatnya nanti, pemerintah tidak perlu lagi mendanai dari APBN karena dana abadi itu nantinya yang akan mensubsidi KPR FLPP,” ujarnya.
Menurut Hirwandi, jangka waktu pinjaman KPR subsidi saat ini selama 20 tahun terlalu lama. Padahal, penghasilan masyarakat cenderung mengalami peningkatan. “Kami coba simulasikan sekitar 3% saja, maka paling lambat pada tahun ke-10 nanti konsumen rumah subsidi sudah dapat mengabsorb suku bunga pasar,” ujar Hirwandi.
Menurut dia, idealnya tenor KPR yang memperoleh subsidi cukup hingga tahun ke-10 saja. Untuk tahun ke-11 dan selanjutnya, konsumen akan mendapat bunga komersial atau floating rate yang tidak lagi disubsidi. “Dengan begitu, akan semakin banyak penerima manfaat subsidi perumahan, bahkan hingga dua kali lipat,” tutup Hirwandi.
Sumber : Dukung Program Prabowo-Gibran, REI Siap Bangun 1 Juta Rumah di 2025