Titip Jual Properti di sini

RUU TNI Disahkan DPR: Ancaman Demokrasi dan Kembalinya Dwifungsi ABRI?

  Ruu Tni | Disahkan Dpr  Rooma21com

Rooma21.com, Jakarta – Pada Kamis, 20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan RUU TNI : Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil secara bulat dalam rapat paripurna DPR ke-15 masa persidangan 2 tahun sidang 2024-2025, meskipun terdapat gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Poin Utama dalam RUU TNI yang Disahkan

Salah satu perubahan signifikan dalam UU ini adalah memungkinkan prajurit aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil di 16 kementerian dan lembaga negara, meningkat dari sebelumnya hanya 10. Selain itu, aturan baru ini juga menyesuaikan batas usia pensiun bagi personel TNI:

  • Bintara dan Tamtama: Pensiun pada usia 58 tahun
  • Perwira: Pensiun pada usia 60 tahun
  • Prajurit yang menduduki jabatan fungsional: Pensiun pada usia 65 tahun

Namun, pengesahan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, terutama karena dianggap berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang pernah diterapkan di era Orde Baru.

Ancaman RUU TNI terhadap Supremasi Sipil dan Demokrasi

Menurut Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, masuknya prajurit TNI aktif ke dalam jabatan sipil dapat memperkuat militarisme dalam pemerintahan. Hal ini dinilai berbahaya karena dapat melemahkan kontrol pemerintahan sipil terhadap militer, yang merupakan prinsip utama dalam negara demokrasi.

“Ketika militarisme menguat, kontrol sipil terhadap militer akan melemah. Dalam sistem demokrasi, pemerintahan sipil harus memiliki kendali penuh atas militer,” ungkap Halili.

Selain itu, Halili juga menyoroti dampak negatif terhadap sistem meritokrasi dalam birokrasi sipil. Dalam sistem yang ada, kenaikan jabatan dilakukan melalui mekanisme penilaian kinerja dan seleksi terbuka. Namun, dengan aturan baru ini, prajurit TNI bisa langsung ditunjuk untuk mengisi jabatan tertentu tanpa melalui proses seleksi yang adil.

“Penempatan TNI dalam jabatan sipil berpotensi merusak sistem meritokrasi karena mereka bisa langsung diangkat tanpa melalui proses seleksi terbuka seperti pejabat sipil lainnya.”

Budaya Militer vs. Tata Kelola Demokratis

Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menambahkan bahwa masuknya militer ke dalam birokrasi sipil juga bisa mengancam nilai-nilai demokrasi. Hal ini karena TNI dididik dengan sistem komando yang tidak memberikan ruang bagi perdebatan dan pemikiran kritis, berbeda dengan birokrasi sipil yang berbasis demokrasi dan keterbukaan.

“Dalam sistem militer, perintah dari atasan harus dilaksanakan tanpa pertanyaan. Sementara dalam sistem pemerintahan sipil, diskusi dan penolakan terhadap kebijakan adalah hal yang wajar dan sehat untuk demokrasi,” ujar Bivitri.

Bivitri menilai bahwa perbedaan budaya ini bisa berdampak buruk pada tata kelola pemerintahan, karena pejabat yang berasal dari militer cenderung mengedepankan kepatuhan tanpa kritik, yang bertolak belakang dengan prinsip demokrasi.

Kesimpulan: Menuju Demokrasi atau Kembali ke Masa Lalu?

Pengesahan RUU TNI ini menimbulkan kekhawatiran luas, terutama terkait dengan potensi bangkitnya kembali dominasi militer dalam pemerintahan sipil. Meski ada klaim bahwa aturan ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi antara TNI dan sipil, banyak pihak yang menilai langkah ini justru melemahkan supremasi sipil dan meritokrasi dalam birokrasi negara.

Kini, publik dan para pengamat terus memantau bagaimana implementasi undang-undang ini akan berdampak pada tatanan demokrasi Indonesia. Akankah ini menjadi langkah maju atau justru kemunduran menuju masa lalu?

Sumber Referensi Video : Youtube Kompas.com

Arsitektur

Hunian

Gardening

Slow Living

Featured Listing

Recommended Listing