Propertynbank.com – Pengumuman kebijakan tarif AS terhadap 160 negara di dunia menjadi bahan perbincangan saat ini. Tidak terkecuali, kebijakan tarif ini juga berlaku bagi negara-negara di Asia, seperti Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Berdasarkan pandangan dari Knight Frank Global, pada tataran regional, dampak eskalasi perang dagang melalui penetapan tarif ini diperkirakan akan merubah alur supply chain, untuk itu occupiers di sektor industri dan logistik berada dalam kewaspadaan, dan perlu mempertimbangkan strategi baru.
Sementara itu, beberapa negara Asia, seperti India, Indonesia dan Filipina yang pertumbuhan ekonomi dimotori pasar domestik hanya sedikit tertahan saja, namun dampak dari penetapan tarif resiprokal AS ini diprediksi berdampak cukup tajam di Asia Pasifik.
Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat mengatakan, kebijakan tarif yang diberlakukan untuk Indonesia yaitu 32%. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi sektor properti Indonesia. “Mengingat, pasar properti Indonesia saat ini didominasi oleh pasar domestik, sementara itu aliran investasi asing di sektor properti didominasi oleh negara-negara Asia,” ujarnya.
Meski demikian, kata Syarifah, sektor properti perlu tetap waspada, hal ini karena sektor properti cukup sensitif terhadap fluktuasi suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, untuk sektor properti pada segmen high-end diprediksi akan cukup terdampak karena material konstruksinya diantaranya berasal dari impor. Namun, justru ini menjadi peluang untuk mencari material konstruksi pengganti dari industri lokal.
Tantangan dan Peluang Kebijakan Tarif AS
Menurut Knight Frank, tantangan yang pertama adalah Pasar yang Melemah. Tarif diperkirakan akan melemahkan transaksi pasar pada kurun waktu tertentu, sebagai bentuk adaptasi konsumen untuk menahan/membatasi transaksi di tengah ketidakpastian global. Selain itu, pelemahan pasar juga diprediksi akan terjadi karena pelemahan yang terjadi di sektor manufaktur dan perdagangan.
Baca Juga : Sektor Industri Catat Pertumbuhan Positif, Terbaik Sejak Pasca Pandemi
Selanjutnya Peningkatan Harga. Potensi melemahnya rupiah, yang dipicu oleh kenaikan tarif, dapat menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk bahan bangunan impor, yang berpotensi meningkatkan harga properti, terutama di segmen kelas menengah ke atas.
Kemudian Persaingan Regional. Indonesia menghadapi persaingan ketat dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand dalam upaya menarik relokasi industri dari AS dan Tiongkok.
Sedangkan Peluangnya antara lain Pertumbuhan Industri dan Pergudangan. Potensi relokasi industri dari AS dan Tiongkok menghadirkan peluang, terutama di sektor properti industri dan pergudangan. Daerah seperti Greater Jakarta (Karawang, Bekasi, Cibitung, Marunda), Subang, Batang, Gresik dan Sidoarjo mengalami peningkatan minat sejak tahun lalu. Bahkan wilayah Greater Jakarta mencatat serapan lahan industri 313 ha, atau tumbuh 22% (yoy) pada akhir tahun 2024.
Baca Juga : Knight Frank Prediksi Sektor Properti Tahun 2025 Masih Penuh Tantangan
Lalu Destinasi Investasi yang Menarik. Pasar domestik Indonesia yang besar, reformasi regulasi, dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan menjadikan posisi Indonesia menjadi tujuan investasi yang menarik.
Berikutnya Diversifikasi Pasar Ekspor. Penetapan kebijakan tarif, menjadikan Indonesia perlu beradaptasi dengan membuka peluang terhadap diversifikasi pasar ekspor lebih luas lagi, misal upaya peningkatan ekspor ke kawasan Uni Eropa, Asia, Timur Tengah, Australia dan kawasan lainnya.
“Pemerintah perlu waspada terhadap tantangan yang dihadapi, sambil mempersiapkan instrumen untuk mewujudkan peluang yang terbuka. Iklim investasi dan perizinan usaha perlu menjadi perhatian, sehingga tidak menjadi hambatan dalam upaya percepatan relokasi industri,” ungkap Syarifah.
Baca Juga : Permintaan Kondominium Dekat TOD Meningkat, Apartemen Sewa Di CBD Membaik
Sementara itu, Willson Kalip, Country Head Knight Frank Indonesia menambahkan, relokasi bisnis ke Indonesia diperkirakan akan meningkat bertahap pada 2025-2026, didukung oleh langkah pemerintah dalam meningkatkan daya saing investasi dan kesiapan kawasan industri baru. Sementara itu, sektor properti Indonesia secara umum diperkirakan relatif masih aman dari dampak langsung tarif Trump.
“Meskipun efek domino kebijakan tersebut diperkirakan akan mempengaruhi pasar properti dalam kurun waktu tertentu sampai pasar menemukan titik keseimbangan baru. Di tengah ketidakstabilan pasar saat ini, pemantauan situasi secara seksama dan kesiapan mitigasi menghadapi gejolak beberapa bulan ke depan menjadi krusial,” pungkas Willson.
Sumber : Tantangan dan Peluang Kebijakan Tarif AS Terhadap Sektor Properti Indonesia