Titip Jual Properti di sini

Mengapa Net Interest Margin (NIM) Bank-Bank di Indonesia Tetap Tinggi Meski Biaya Dana Turun?

    Rooma21com

Di Indonesia, bank-bank besar seperti BRI, Mandiri, BCA, dan BNI mempertahankan NIM di atas 5%, meskipun biaya dana (Cost of Fund/CoF) telah mengalami penurunan drastis selama dekade terakhir.”

rooma21.com, Jakarta : Net Interest Margin (NIM) adalah salah satu indikator utama dalam mengukur profitabilitas perbankan, NIM ini mencerminkan selisih antara bunga yang diterima bank dari kredit yang disalurkan dan bunga yang dibayarkan kepada deposan. Di tengah tren global penurunan suku bunga acuan dan tekanan inflasi yang relatif stabil, industri perbankan Indonesia justru terus mempertahankan NIM pada level tinggi, yaitu di atas 5% selama beberapa tahun terakhir.

Angka ini jauh melampaui NIM di negara-negara maju seperti Jepang, Eropa Barat, dan bahkan Amerika Serikat, pertanyaannya: mengapa bisa begitu? Apa faktor pendorongnya? Dan apa artinya bagi masa depan perbankan Indonesia?”

Mengapa Net Interest Margin nim Bank bank Di Indonesia Tetap Tinggi Meski Biaya Dana Turun

Perbandingan Rata-rata NIM (Data Kuartal Akhir 2024):

Indonesia (BRI, BMRI, BBCA, BBNI): 4,5% – 6%
Amerika Serikat (Top Tier Banks): sekitar 3,2%
Eropa (Deutsche Bank, BNP Paribas, dll): sekitar 1,8% – 2,2%
Jepang dan Korea Selatan: sekitar 1,5% – 2,0%

Perbedaan yang cukup mencolok ini menggambarkan bahwa bank-bank di Indonesia memiliki ruang margin yang jauh lebih lebar dalam memperoleh keuntungan dari selisih bunga antara kredit dan simpanan dan sekaligus cermin belum efisienya pengeloalan biaya operationalnya.

Mengapa Net Interest Margin nim Bank bank Indonesia Tetap Tinggi Meski Biaya Dana Turun

Faktor Penyebab NIM Tinggi di Indonesia :

1. Struktur Pasar dan Daya Tawar Tinggi

Pasar perbankan Indonesia masih didominasi oleh bank-bank besar dengan jangkauan luas dan kekuatan brand yang tinggi. Hal ini membuat bank memiliki daya tawar lebih besar terhadap nasabah, khususnya dalam menetapkan suku bunga kredit yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga simpanan.

2. Penetrasi Perbankan Masih Rendah 

Menurut data BI dan World Bank, sekitar 50% masyarakat Indonesia belum sepenuhnya terakses layanan keuangan formal. Ini membuat segmen yang dilayani bank masih sangat besar dan margin bunga tetap tinggi karena risiko dan biaya layanan yang lebih besar, perbankan harus segera menerapkan model business yang berbasiskan technologi dan AI (artificial intelegent).

Baca Juga : Proses Pemeliharaan Selesai, Transaksi Antarbank di ATM Bank DKI Kembali Aktif

3. Tingginya Margin Kredit UMKM dan Konsumtif 

Kredit ke sektor mikro, kecil, dan konsumtif cenderung memiliki risiko lebih tinggi—sehingga bank menetapkan bunga lebih tinggi, namun resiko ini sebenarnya dapat dieliminir jika bank memahami trens market, membangun kapability, dan terus meningkatkan kemampuan team underwrittingya, atau terus mengembangkan business moodelnya sesuai perkembangan portofolionya dan memastikan review portofolio managementnya secara ketat dan proper secara end to endnya, untuk pasar di Indonesia dengan penduduk di 280 jutaan dan bonus demografi, maka segmen ini menyumbang porsi signifikan terhadap total portofolio kredit nasional.

4. Biaya Dana yang Relatif Rendah (CASA Dominan)

Bank di Indonesia cukup sukses dalam menjaga komposisi CASA (Current Account & Saving Account) di atas 50%. Dana murah ini membuat cost of fund rendah, sekaligus memperbesar margin bunga bersih.

“Rata-rata biaya dana turun dari 5-6% pada tahun 2010 menjadi sekitar 2,8% di 2024, peningkatan CASA (Current Account Saving Account) mendorong penurunan biaya dana, Bank bank besar Indonesia low cost fund nya terus meningkat di kisaran diatas angka 70 prosen”

Mengapa Negara Maju Bisa Menurunkan NIM:

1. Pasar yang Kompetitif: Banyaknya bank dan produk digital menurunkan margin. 
2. Efisiensi Operasional: Digitalisasi membuat biaya operasional rendah. 
3. Pendanaan Stabil dan Murah: Suku bunga acuan yang rendah dan stabil. 
4. Fokus pada Fee-Based Income: Pendapatan dari transaksi, manajemen aset, dll.

NIM yang tinggi ini sekilas memang seolah olah mendukung profitabilitas bank, menarik investor, dan memungkinkan ekspansi ke layanan digital serta program inklusi keuangan, namun sisi negatif atau tantangannya, jka terlalu bergantung pada margin tinggi, bank bisa terlambat dalam efisiensi dan inovasi. Terlebih, jika regulator menurunkan suku bunga atau kompetisi dari fintech makin agresif, NIM bisa tergerus cepat.

Mengapa Net Interest Margin nim Bank bank Indonesia Tetap Tinggi Meski Biaya Dana Turun

Tren NIM di Masa Depan : Ada beberapa tren yang perlu diwaspadai

Digitalisasi dan Fintech: Bank harus bersaing dengan layanan keuangan digital yang lebih murah dan cepat.

Inklusi Keuangan Meningkat : Jika lebih banyak masyarakat bergabung ke sistem keuangan formal, bank harus menyesuaikan margin untuk mempertahankan daya saing.

Transparansi dan Regulasi: Tekanan regulator agar bunga pinjaman lebih terjangkau bisa mendorong penurunan NIM.

Namun demikian, selama permintaan kredit di sektor produktif tetap tinggi dan CASA dijaga, NIM Indonesia bisa tetap stabil meski tren global menurun, yang perlu mendapatkan perhatian adalah NIM yang tinggi bisa menjadi kekuatan khas industri perbankan nasional, namun dalam era persaingan global dan digitalisasi, margin yang besar bukan lagi jaminan keberlanjutan. Bank-bank Indonesia perlu menyeimbangkan antara menjaga profitabilitas dan meningkatkan efisiensi operasional serta kualitas layanan digital”

Transformasi menuju layanan berbasis teknologi dan strategi pasar yang lebih inklusif akan menjadi kunci agar bank di Indonesia tidak hanya unggul di dalam negeri, tapi juga kompetitif di tingkat regional.

Tingginya NIM adalah cerminan dari kurang efisiennya sistem perbankan

Laporan dari Fitch Ratings menyebutkan bahwa tekanan terhadap NIM Indonesia akan datang dari kompetisi digital bank dan neobank.

Tekanan dari digitalisasi dan masuknya pemain fintech Ini akan memaksa bank-bank besar menurunkan NIM,  namun untuk periode 2-3 tahun ke depan, NIM kemungkinan masih bertahan tinggi karena dominasi struktur kredit dan kontrol pasar.

Meskipun biaya dana menurun dan transformasi digital mulai berjalan, bank-bank besar di Indonesia masih mempertahankan NIM tinggi karena struktur pasar yang belum kompetitif, biaya operasional yang tinggi, dan kebutuhan menjaga profitabilitas. Dibandingkan negara maju, NIM Indonesia lebih mencerminkan kondisi pasar yang masih berkembang dan cermin belum efesienya biaya operationalnya

Glamor

Referensi:

OJK, BI, Bloomberg, Kompas, Reuters, CNBC Indonesia, S&P Global, World Bank

Arsitektur

Hunian

Gardening

Slow Living

Featured Listing

Recommended Listing